Di tahun 2012, saya sengaja datang ke toko buku yang cukup terkenal di Kota Solo. Setelah ngubek-ubek beberapa metode belajar membaca dan menulis Al Quran, akhirnya saya menemukan satu buku yang mencuri perhatian saya. Metode cepat lancar menulis dan membaca Al Quran dengan jari tangan.
Ini yang aku cari, I thought.
Hari berikutnya, saya presentasikan metode ‘baru’ tersebut di forum diskusi ustad/ustadzah satu desa. Semua tertarik. Kami sepakat mengembangkannya metode tersebut menjadi sebuah buku ngaji yang komplit. Allah pun mempermudah langkah kita untuk bertemu sekaligus berkolaborasi dengan penulis. Setelah rancangan buku jadi, saya desain, dan saya ajukan ke penerbit. Alhamdulillah buku ngaji tersebut terbit nasional pada Juni 2014.
Waktu berjalan, kerjasama kami dengan penulis berakhir.
Di tahun 2017 bulan September, saya diminta berkolaborasi dengan seorang ustaz untuk menerbitkan sebuah metode ngaji.
Di sisi lain, proses kehidupan saya terus berlanjut. Saya menikah di tahun 2009, bulan Agustus. Anak pertama lahir di tahun 2010, bulan September, perempuan. Anak kedua di tahun 2014, bulan Oktober, laki-laki.
Jika dahulu mengajar baca dan tulis Al Quran untuk anak ‘orang lain’ kini mengajarkannya ke anak sendiri.
Doa yang selalu saya panjatkan ketika istri mengandung adalah Surah as-Saffat ayat 100, yang artinya. “Ya Tuhanku, anugerahkanlah kepadaku (seorang anak) yang termasuk orang yang sholeh.”
Rasulullah juga bersabda, “Apabila seorang telah meninggal dunia, maka seluruh amalnya terputus kecuali tiga, yaitu sedekah jariyah, ilmu yang bermanfaat, dan anak saleh yang mendoakannya.” (HR. Muslim)
Memahami ayat dan hadis tersebut berarti harus ada sebuah legacy dari saya untuk anak saya dan anak-anak yang lain agar mereka bisa ngaji dengan mudah dan menyenangkan sebelum kelak saya dipanggil sama Allah SWT.
Hal ini membuat saya berpikir.
Pertama, setiap anak, akan tumbuh pada zamannya sendiri-sendiri. Sangat berbeda dengan generasi kita. Akan berbeda dengan generasi adik-adik TPA yang pernah saya didik di tahun 2001.
Saat ini, Kaira dan Kaito bersama dengan kurang lebih 74,93 juta anak-anak lainnya di Indonesia lahir sebagai Generasi Z bahkan Generasi A (Alpha). They breathe with technology from the moment they wake up in the morning until they sleep.
Apalagi datangnya pandemi yang menyebabkan disrupsi teknologi semakin mengakar di kehidupan kita sehari-hari. Bisa jadi, rival utama orang tua dalam pola pengasuhan terutama dalam mengajarkan anak agar bisa baca dan tulis Al Quran, tak lagi hanya datang dari lingkungan luar rumah, melainkan datang dari dalam rumah. Ingat bahwa technologies that live with us in our own homes dapat membentuk kepribadian dan karakter anak kita jika kita abai akan pola pengasuhan yang benar.
Sehingga tujuan orang tua seperti termaktub dalam QS. At Tahrim ayat 6, “Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu …,” akan jauh dari angan.
Kedua, mari kita cermati implementasi kurikulum mata pelajaran Pendidikan Agama Islam dan Budi Pekerti, dan Baca Tulis Al Quran Sekolah Dasar/MI Kelas 1!
Ketika anak duduk di kelas 1 SD, anak ‘dituntut’ bisa melafalkan huruf hijaiyah dengan fasih, melafalkan tanda baca Al Quran dengan benar, melafalkan surat An-Naas dengan fasih, dan seterusnya.
Di lain sisi, masih ada bahasa tulisan yang tak kalah wajib dikuasai, yaitu bisa baca dan tulis dalam bahasa Indonesia.
Bagaimana nasib anak yang usia TK A dan B pada masa pandemi? Tentu miris literasi baca tulisnya. Pada waktu itu banyak orang tua yang kalang kabut mencarikan les baca dan tulis untuk anak. Padahal secara readiness atau kesiapan belajar anak-anak tidaklah siap. Takut dan cemas karena virus Covid-19 maupun peralihan kegiatan belajar dan mengajar yang beralih dari tatap muka (luring) menjadi daring.
Ketiga, tujuan mendasar setiap orang tua adalah tidak hanya sebatas anak hafal huruf hijaiyah dan bisa membaca Al Quran. Pasti lebih dari itu. Yaitu bagaimana anak bisa mengembangkan potensi ketakwaan dan hidup bersama Al Quran hingga mereka tumbuh sebagai generasi beradab dan berakhlak terpuji.
Maka Dad n Mom, menyimak ketiga hal di atas, wajib bagi orang tua untuk menyediakan ruang belajar yang nyaman dan menyenangkan, media yang atraktif, memikirkan kesiapan belajar, metode yang mudah dalam proses keberaksaraan (membaca dan menulis) Al Quran, dan penunjang kegiatan belajar lainnya.
Sehingga membuat anak Islam dapat mudah, asyik, dan bahagia dalam belajar agamanya sejak usia dini.
Semoga Allah SWT ridho ikhtiar kita.
Aamiin3x
Wassalamu’alaikum wr. wb.